YUK BERWISATA KE DESA DLINGO BANTUL YOGYAKARTA



Dlingo berasal dari kata Delengo (lihatlah) hal ini terjadi disaat Ki ageng Perwito Sidiq mengungkap adanya tumurunnya Ratu Kencono di sebuah bukit Gunung Pasar melalui  sebuah Bokor Kencono di Desa Krendetan, Delanggu.Hal ini didasari lelaku ki Ageng Giring III untuk meraih kamulyan dengan menggiring wahyu keprabon dari Majapahit (malang).  Desa Dlingo yang pada mulanya merupakan daerah inclave Imogiri yang menginduk ke kasunanan Surakarta. Menurut Undang-undang Darurat nomor 5 tahun 1957 daerah enclave Imogiri (Surakarta) dan Kotagede (Surakarta) telah dimasukkan kedalam wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan Surat Keputusan DPR DIY Nomor 18/K/DPR/1955 dan dituangkan dalam PERDA DIY Nomor 1 tahun 1958 tentang Perubahan Batas - batas dan nama kapanewon-kapanewon Imogiri, Gondowulung dan Kotagede dalam Kabupaten Bantul. Dalam rangka menambah kelancaran dan efisiensi pemerintahan Lima kapanewon (Imogiri (ska), Imogiri (Yk), Kotagede (ska), Kotagede (yk), Gondowulung tersebut dijadikan empat kapanewon yakni Imogiri, Dlingo, Banguntapan, Pleret. Kapanewon Dlingo terdiri dari 6 Desa yakni Dlingo, mangunan, Temuwuh, Muntuk (Imogiri ska) dan Terong, Jatimulyo (kotagede ska). Didalam mengadakan perubahan batas kapanewon-kapanewon tersebut batas-batas desa tidak terjadi perubahan, dan ditentukan Ibu kota Kapanewon/kecamatan untuk perkembangan daerah dikemudian hari dalam lapangan pemerintah, ekonomi, social dan lain sebagainya. Biarpun tempat Ibu Kota telah ditentukan dalam Peraturan Daerah ini, tetapi Dewan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta perlu diberi kekuasaan untuk menunjuk tempat Ibu Kota sementara yang lain, jika faktor-faktor mengenai kepentingan pemerintahan memerlukan tindakan ini, atau hal itu perlu dilakukan dalam keadaan darurat, umpamanya gangguan keamanan, bahaya alam dan sebagainya. Sehingga Dlingo masih beribukota di Imogiri Ska. 

Wisata


1. Petilasan Gunung Pasar


Sebuah tempat bersejarah dalam khasanah kerajaan Mataram. Karena disinilah tempat bertemunya Ki Ageng Giring disaat mengejar Ki Ageng Pemanahan setelah meminum degan lambang wahyu keprabon kerajaan Mataram. Disaat Ki Ageng Pemanahan setelah sekian lama menunggu realisasi hadiah Raja Pajang atas kemampuannya menaklukan Kraton Jipang Panolan yang dipegang Arya Penangsang. Ki Ageng Pemanahan bersama putranya Suto Wijoyo dan Ki Penjawi bahu membahu melaksanakan tugas tersebut dan atas jasanya diberi tanah merdikan Alas Mentaok. Disaat akan membuka alas mentaok diberi nasehat Sunan Kalijogo bahwa wahyu keprabon jawa berada di daerah Sodo Giring. Barang siapa yang bisa meminum kelapa Muda sekali teguk/sakdegan dari pohon kelapa gading yang tingginya digambarkan apabila seekor burung gagak hinggap di pohon itu akan terlihat kecil seperti burung emprit sehingga disebut pohon kelapa gading gagak emprit. Ki Ageng Giring sudah mendapat kelapa muda tersebut, namun karena belum haus tidak mungkin dia mampu meminum air kelapa muda tersebut sakdegan/ sekali tenggak untuk itu dia pergi ke ladang untuk bekerja dulu nanti setelah haus maka akan dapat menghabiskan air degan tersebut. Disaat Ki Ageng Giring tidak berada dirumah tersebut konon hadirlah Ki Pemanahan dirumah Beliau. Karena perjalanan jauh terasa haus maka diminumlah Kelapa Muda yang akan diminum Ki Ageng Giring nanti sekali tenggak (sakdegan). Betapa kagetnya ketika kelapa degan Gading yang telah dipersiapkan untuk diminum sekembalinya dari ladang sudah tidak ada. Ki Ageng Giring bertanya kepada istrinya tentang keberadaan degannya. Oleh istrinya diceritakan semua kejadian disaat Ki Ageng Giring ke kali tadi. Betapa kecewanya Ki Ageng Giring karena degan itulah sebagai wahyu keprabon yang barang siapa meminumnya maka anak turunnya akan menjadi raja di tanah jawa. Sedang Nyi Ageng tidak tahu akan hal itu sehingga diijinkanya Ki ageng pemanahan untuk meminum degan tersebut. Dengan bergegas Ki ageng Giring Menyusul Ki Ageng pemanahan yang telah kembali ke Alas mentaok. Dan di puncak gunung yang terletak di Dusun Koripan, Desa Dlingo, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul ki Ageng Giring mampu menyusul Ki Ageng Pemanahan. Kiageng Giring berembug untuk kamulyaning Anak turun mereka. Sehingga layaknya tawar menawar kekuasaan bagai di pasar, dan puncak gunung itulah sekarang dikenal dengan GUNUNG PASAR, karena alkisah dahulu kala setiap pagi hari di gunung itu selalu terdengar suara gemuruh bagai pasar namun setelah di dekati tidak ada sesuatu. Patilasan Gunung berada 200 m diutara balai desa Dlingo terdiri dan sebuah petilasan tangga pertama sebelah barat ada 2 petilasan dan sebuah petilasan tangga kedua ada 5 petilasan utama. Petilasan ini dijaga oleh seorang juru kunci yang bertugas sebagai abdi dalem dari Keraton Surakarta.

2. Grojogan Lepo

Pusat OutBond di Dlingo Sebuah lokasi yang menawarkan kesejukan dan ketenangan menyatu dengan alam. Lokasi yang pas dijadikan wahana outbond extrim penuh tantangan karena berada ditengah bukit curam. Grojokan ini berada di dusun POKOH I desa Dlingo, Kecamatan Dlingo, Kab. Bantul. Lokasi berada 200 meter dari pemukiman sangat mungkin dijadikan salah satu destinasi wisata.
Sumber :http://www.dlingo-bantul.desa.id/index.php/first/artikel/62

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan komentar terbaik anda untuk kemajuan pemuda Indonesia